SULUT –Merebaknya Hoax jadi momok menakutkan jelang Pemilu.
Insan media, menurut akademisi sekaligus pengamat politik Ferry Daud Liando, Pers adalah salah satu elemen penting untuk menangkal hoax lewat pemberitaan yang benar.
Ada tiga hal yang bisa terjadi akibat pemberitaan hoax jika tidak ada edukasi oleh insan pers.
“Pertama potensi akan terjadinya konflik. Baik konflik antar peserta, konflik antar pendukung maupun konflik sosial di masyarakat. Konflik bisa terjadi karena proses politik adu domba atau propaganda akibat hoax,” ucap Liando dihadapan sejumlah awak media.
Kedua lanjut Liando, jika tidak dicegah maka berpotensi adanya delegitimasi hasil pemilu.
“Hal ini akan berbahaya, karena bisa saja pendukung atau tim pemenangan dari calon yang kalah akan membuat perhitungan atas kekalahannya itu.
Jikapun hasil pemilu akhirnya dapat di terima, namun dukungan atas pemerintahan yang berkuasa sangat lemah akibat keyakinan masyarakat yang keliru karena penyebaran berita hoax,” sebut Liando.
Kedua lanjut Liando, jika tidak dicegah maka berpotensi adanya delegitimasi hasil pemilu.
“Hal ini akan berbahaya, karena bisa saja pendukung atau tim pemenangan dari calon yang kalah akan membuat perhitungan atas kekalahannya itu.
Jikapun hasil pemilu akhirnya dapat di terima, namun dukungan atas pemerintahan yang berkuasa sangat lemah akibat keyakinan masyarakat yang keliru karena penyebaran berita hoax,” sebut Liando.
Dan yang ketiga kata Liando, tidak dicegahnya hoax akan mempengaruhi opini publik atas calon-calon tertentu.
“Calon yang baik akan dianggap buruk. Sebaliknya calon yang buruk akan dianggap baik dan terpilih. Pemilu yang seharunya bertujuan agar orang-orang baik akan terpilih namun hoax akan mengubah terpilihnya calon-calon yang tidak baik,” ungkapnya.
Tiga hal diatas disampaikannya saat jadi narasumber dikegiatan media gathering Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dan media, Selasa (19/12/2023) di Hotel Lagoon Manado.
Dihadapan awak media, Putra Malola Minsel ini juga ungkapkan lima penyebab mengapa penyebaran berita hoax rawan terjadi saat pemilu.
“Pertama adanya kepentingan politik. Pemilu adalah kontestasi atau kompetisi sehingga semua peserta berusaha untuk menang. Banyak kandidat akan berusaha menghalalkan segala cara termasuk menyebarkan berita bohong.
“Kandidat yang dianggap memiliki banyak pendukung berpotensi menjadi sasaran informasi hoax. Banyak calon yang akan menggunakan metode black campaign untuk meruntuhkan kekuatan pesaing,” sebut Liando.
Kedua karena kepentingan keuntungan bisnis. “Semakin banyak pihak yang merespon postingan berita bohong maka akan menguntungkan pemilih media sosial. Selama ini banyak pihak yang diuntungkan dengan berita-berita bohong sehingga berita tersebut digandakan melalui penyebaran dalam berbagai aplikasi media sosial atau konten,” ungkapnya.
Ketiga tambah Liando, berita bohong menyebar karena ada media yang dimanfaatkan untuk penyebaraannya. “Hampir 80 persen pemilih menggunakan informasi melalui media sosial,” terang dia.
Keempat, karena ada pasar atau penerima manfaat baik untuk pengetahuan sendiri atau bahan yang bisa disebar.
“Tidak mungkin hoax akan berkembang jika tidak ada pihak yang membutuhkan. Karena pihak yang membutuhkan banyak, maka produksi hoax terus berkembang setiap saat terutama pada tahapan pemilu,” kata Liando.
Dan kelima sebut Liando, penyebaran hoax adalah untuk kepentingan idiologi. “Diduga akan ada kelompok-kelompok yang hendak menghancurkan Indonesia melalui pemilu. Indonesia menjadi salah satu negara yang bisa mengancam kekuatan negara lain. Sehingga banyak cara untuk melemahkan ataupun ada upaya untuk menghancurkannya. Mereka memanfaat pemilu untuk mewujudkan keinginan adu domba masyarakat lewat hoax,” ujarnya.
Dibagian akhir, Liando tak lupa ingatkan agar media tidak terpengaruh apalagi menjadi penyebar hoax karena kepentingan kepentingan sponsor atau kepentingan untuk menaikkan rating pembaca.
" Hoax tidak akan pernah mati tapi akan selalu ada cara untuk menangkalnya. Salah satunya lewat edukasi yang dilakukan jurnalis dalam setiap berita yang ditulisnya.
"Jadilah junalis yang bertanggung jawab dan menjunjung tinggi kode etik pers,"pungkas Liando.
(Oby)
“Calon yang baik akan dianggap buruk. Sebaliknya calon yang buruk akan dianggap baik dan terpilih. Pemilu yang seharunya bertujuan agar orang-orang baik akan terpilih namun hoax akan mengubah terpilihnya calon-calon yang tidak baik,” ungkapnya.
Tiga hal diatas disampaikannya saat jadi narasumber dikegiatan media gathering Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dan media, Selasa (19/12/2023) di Hotel Lagoon Manado.
Dihadapan awak media, Putra Malola Minsel ini juga ungkapkan lima penyebab mengapa penyebaran berita hoax rawan terjadi saat pemilu.
“Pertama adanya kepentingan politik. Pemilu adalah kontestasi atau kompetisi sehingga semua peserta berusaha untuk menang. Banyak kandidat akan berusaha menghalalkan segala cara termasuk menyebarkan berita bohong.
“Kandidat yang dianggap memiliki banyak pendukung berpotensi menjadi sasaran informasi hoax. Banyak calon yang akan menggunakan metode black campaign untuk meruntuhkan kekuatan pesaing,” sebut Liando.
Kedua karena kepentingan keuntungan bisnis. “Semakin banyak pihak yang merespon postingan berita bohong maka akan menguntungkan pemilih media sosial. Selama ini banyak pihak yang diuntungkan dengan berita-berita bohong sehingga berita tersebut digandakan melalui penyebaran dalam berbagai aplikasi media sosial atau konten,” ungkapnya.
Ketiga tambah Liando, berita bohong menyebar karena ada media yang dimanfaatkan untuk penyebaraannya. “Hampir 80 persen pemilih menggunakan informasi melalui media sosial,” terang dia.
Keempat, karena ada pasar atau penerima manfaat baik untuk pengetahuan sendiri atau bahan yang bisa disebar.
“Tidak mungkin hoax akan berkembang jika tidak ada pihak yang membutuhkan. Karena pihak yang membutuhkan banyak, maka produksi hoax terus berkembang setiap saat terutama pada tahapan pemilu,” kata Liando.
Dan kelima sebut Liando, penyebaran hoax adalah untuk kepentingan idiologi. “Diduga akan ada kelompok-kelompok yang hendak menghancurkan Indonesia melalui pemilu. Indonesia menjadi salah satu negara yang bisa mengancam kekuatan negara lain. Sehingga banyak cara untuk melemahkan ataupun ada upaya untuk menghancurkannya. Mereka memanfaat pemilu untuk mewujudkan keinginan adu domba masyarakat lewat hoax,” ujarnya.
Dibagian akhir, Liando tak lupa ingatkan agar media tidak terpengaruh apalagi menjadi penyebar hoax karena kepentingan kepentingan sponsor atau kepentingan untuk menaikkan rating pembaca.
" Hoax tidak akan pernah mati tapi akan selalu ada cara untuk menangkalnya. Salah satunya lewat edukasi yang dilakukan jurnalis dalam setiap berita yang ditulisnya.
"Jadilah junalis yang bertanggung jawab dan menjunjung tinggi kode etik pers,"pungkas Liando.
(Oby)
COMMENTS